“Ayah Ayah, lihat deh”, kata Azima sambil menunjukkan beberapa luka biru memar dan lecet di sekujur tulang keringnya. Itu adalah luka yang didapat sepanjang Azima belajar naik sepeda. Kalau dihitung sejak awal hingga sekarang mungkin sudah lebih dari 10 bekas luka ia dapatkan.
.
“Hebaat, Azima terus belajar sepeda biarpun luka-luka”, ujar saya seraya mengacungkan jempol khas Rock Lee, salah satu tokoh favorit saya yang dikenal totalitas dan kerja kerasnya di serial Naruto.
.
Kemarin malam juga, saya ajak Azima saat mau main futsal. Dengan kostum rok panjang yang memang tak disiapkan buat main bola, Azima riang gembira belajar dribble bola setengah jam penuh. Wah, belasan kali ia jatuh dengan beragam model, dari kepeleset hingga kesandung bola sendiri. Tapi tiap jatuh, pasti bangun dan berlari lagi.
.
Saya jadi bertanya, apa yang membuat anak kecil pada masa pembelajarannya selalu jatuh, berkali-kali, tapi selalu bisa bangkit lagi. Riang, tanpa beban. Dari bayi, ga bisa jalan, belajar merangkak, berdiri, berjalan, berlari dan seterusnya, mungkin sudah ratusan kali ia jatuh. Tapi ratusan kali itu juga ia bangkit.
.
Menurut saya, salah satunya karena bagi mereka bukan soal berhasil dan bisanya yang terpenting, tapi belajar dan berprosesnya yang lebih mereka nikmati.
.
Bagi mereka terhantuk2 kayuh sepeda berkali-kali hingga memar ga masalah, karena sekayuh dua kayuh lancar saja sudah menyenangkan bagi mereka. Apalagi kalau bersama teman-teman sekomplek.
.
Buat mereka masa berproses itu ringan, gak berat dan membebani. Karena mereka ga pernah malu dilihat orang sedang mencoba dan terjatuh, dan mereka ga membandingkan diri mereka dengan yang lain tentang seberapa jauh mereka tertinggal.
.
Buat mereka, belum ada labelisasi, yang jadi cap kalau kita payah, ceroboh, malas, bodoh, dan segudang label yang biasa kita tempel sendiri di jidat kita sebagai batasan kemampuan kita.
.
Buat mereka, belum ada komparasi, yang bilang si dia lebih hebat, lebih pintar, lebih sukses, lebih stylish, yang biasa kita jadikan sendiri sebagai cara dan standar kita dalam menilai kehidupan kita.
Saya belajar dari mereka bahwa belajar dan mencoba itu adalah proses yang menyenangkan dan pantas dinikmati. Berhasil memang membanggakan dan membahagiakan, tapi mencoba, belajar, jatuh, berproses itu sendiri lebih berharga karena di sana kita berhasil menaklukkan diri kita sendiri yang dikekang oleh jeruji ciptaan kita sendiri.