Deru mesin kendaraan bersahutan di tengah kemacetan Jakarta. Matahari senja memantulkan bayangan gedung-gedung pencakar langit ke kaca mobil yang ditumpangi Rico dan Dika dalam perjalanan melelahkan dari Bekasi.
“Luar biasa sih, Pak Ismail. Nggak nyangka dia pernah jatuh sedalam itu,” ujar Rico, masih tertegun dengan cerita yang baru saja mereka dengar.
Dika mengangguk. “Iya, bro. Gue kira dia dari dulu udah sukses. Nggak kepikiran kalau dia pernah bangkrut sampai segitunya.”
Baru saja mereka bertemu dengan Pak Ismail, seorang pengusaha sukses pemilik perusahaan pembangkit listrik energi terbarukan di beberapa daerah, bisnis kuliner dengan cabang tersebar di Jabodetabek, dan beberapa bisnis di berbagai bidang lainnya. Asetnya sudah sangat besar dan bisnisnya sedang tumbuh pesat beberapa tahun terakhir.
“Waktu dia cerita anaknya pernah nggak bisa ambil rapor gara-gara nunggak bayaran tiga bulan, gue bisa ngerasain banget gimana sakitnya,” Rico menghela napas. “Semua rumah disita bank, mobil juga. Dari punya segalanya langsung jadi nggak punya apa-apa.”
“Yang bikin gue kagum, dia nggak nyerah,” jawab Dika sambil terus fokus menyetir. “Sepuluh tahun, bro. Sepuluh tahun dia bangkit dari nol lagi. Itu nggak gampang.”
Rico terdiam sejenak. Sebagai pemilik bisnis yang sudah memasuki tahun kelima ia mendapat banyak pelajaran yang bisa diambil. Selama ini, ia selalu berpikir kesuksesan itu hal yang sederhana dan bisa direncanakan.
“Kadang gue mikir, kenapa ya bisnis kita masih belum sesuai ekspektasi? Padahal kita jalanin bisnis ini udah lumayan lama” Rico memandang layar ponselnya yang menampilkan dashboard penjualan bulan ini.
“Karena hidup ga sesederhana kumpulan teori di buku atau seminar” Dika tertawa kecil. “Di hidup kita ada tak berhingga variable yang sebagian besar ga bisa kita kontrol.”
Kemacetan semakin padat. Rico sambil scrolling pesan-pesan whatsapp yang masuk ke ponselnya..
“Tahu nggak, gue jadi kepikiran cerita Salman Al Farisi,” ucap Rico tiba-tiba.
“Yang sahabat Rasulullah itu? Kok tiba-tiba?” tanya Dika, mengernyitkan dahi.
“Iya. Pak Ismail ngingetin gue sama kisahnya. Salman itu lahir dari keluarga kaya raya di Persia, tapi dalam perjalanan mencari kebenaran agama, dia malah tertipu jadi budak di Madinah. Bayangin jadi budak, kasta terbawah sebagai manusia tuh.”
Dika manggut-manggut. “Oh iya, terus akhirnya dibebaskan dengan bantuan dari Rasulullah kan?”
“Nah itu. Dan lo tahu nggak ending ceritanya? Salman yang dulu kabur dari Persia dan jadi budak, akhirnya balik ke Persia sebagai gubernur pas wilayah itu ditaklukkan pasukan Islam. Dari budak jadi pemimpin. Roda kehidupan emang ga bisa diprediksi ya?”
Mobil mereka bergerak pelan.
“Yang bikin gue lebih kagum,” lanjut Rico, “Salman tetap sederhana meski udah jadi gubernur. Dia bisa aja tinggal di istana, hidup mewah, tapi dia milih tinggal di rumah sederhana dengan gaya hidup yang nggak berubah.”
“Mirip Pak Ismail yang bilang dia nggak mau terjebak materialisme lagi,” kata Dika.
Rico mengangguk. “Pak Ismail bilang, ‘Harta datang dan pergi, tapi kedekatan dengan Allah harusnya tetap dijaga, baik saat susah maupun senang.’ Itu yang bikin dia bisa bangkit lagi.”
Mereka terdiam beberapa saat, sibuk dengan pikiran masing-masing. Kemacetan di depan mulai mereda, membuat Dika bisa mempercepat laju mobil.
“Gue dulu pikir dengan persiapan yang matang kayak modal, jejaring atau pendidikan, maka kesuksesan udah tinggal setengah jalan.” Rico memecah keheningan. “Ternyata banyak banget variabel yang nggak bisa diprediksi ya termasuk kemana roda kehidupan membawa kita.”
“Namanya juga hidup, bro. Nggak ada yang tahu gimana besok. Yang penting konsisten dan terus berusaha.”
“Dan jangan lupa kedekatan sama Allah,” tambah Rico. “Kayak kata Pak Ismail, itu kunci utamanya. Mau lagi di atas atau di bawah, selama masih punya hubungan baik sama Allah, itulah poin utamanya. Ga masalah Allah mau tempatkan kita dengan kemuliaan dunia atau kesempitan harta, asal bisa terus dekat dengan Allah berarti kita masih punya pegangan.”
Dika tersenyum, “Itu lesson paling berharga hari ini. Bisnis mungkin naik turun, tapi iman kita nggak boleh ikutan naik turun.”
Di kepala Rico, rencana-rencana bisnis yang tadinya hanya berfokus pada profit mulai bergeser. Ada nilai-nilai baru yang ia ingin tanamkan dalam membangun startup-nya. Bukan hanya soal kesuksesan, tapi juga pemaknaan menjalani prosesnya.
“Semoga kita bisa terus saling mengingatkan dengan nilai dan visi bisnis kita yang berorientasi ke Allah ya Dik,” kata Rico.
“Aamiin, saling mendoakan bro, gue juga sering khilaf” jawab Dika.
Hari ini mereka belajar bukan hanya tentang meeting bisnis, tapi juga refleksi hidup. Tentang roda kehidupan yang berputar atas kuasa Allah, dan bagaimana menyikapinya dengan bijak.
Bahwa kesuksesan dan kegagalan hanyalah bagian dari ujian Allah, dan yang terpenting adalah bagaimana tetap konsisten dalam keimanan, baik saat di puncak maupun di lembah kehidupan.