Saya sejak kuliah termasuk orang yang banyak membanggakan kebiasaan tidur sedikit. Menjadikan parameter sedikitnya tidur sebagai asosiasi dari produktif. Dulu rata2 di kampus cuma tidur di 4-5 jam sehari. Sekarang agak bertambah sih rata2 di 5-6 jam, tapi tetap saja masih cukup sedikit dibanding ajuran idel 8 jam sehari.
Pandangan saya tentang tidur mulai terbuka sejak baca bukunya Matthew Walker berjudul “Why We Sleep”. Buku itu menceritakan dengan detail seluk beluk tentang tidur beserta dasar penelitian yang telah dilakukan oleh ribuan peneliti di seluruh dunia.
Kalau mau diringkas, manfaat tidur ini banyak banget. Tidur bisa mencegah penyakit : diabetes, kardiovaskular (jantung), cancer, tumor, obesitas, dan menjaga imun. Tidur juga berperan kepenguatan memori karena ada fungsi penyimpanan memori jangka panjang saat tidur. Ini bisa mencegah demensia dan meningkatkan skill/keahlian kita pada hal tertentu. Tidur juga berpengaruh ke pencegahan penuaan, pengendalian emosi, dan kreativitas. Banyak sekali ternyata manfaat dari karunia ciptaan Allah berupa mekanisme tidur ini.
Dari semua manfaat tidur itu yang cukup menarik perhatian saya adalah kaitan tidur dengan kecelakaan dalam berkendara. Sebagai orang yang perlu mengakui pernah mengalami kejadian tidur sesaat dalam berkendara, hal ini jadi sangat relate.
Ternyata di US sendiri total ada 1,2 juta kecelakaan kendaraan terjadi disebabkan karena ketiduran sesaat, atau bahasa ilmiahnya microsleep. Saat dimana kita ketiduran biarpun cuma 1-2 detik. Jumlah tersebut masih lebih besar dari kecelakaan karena orang yang mengemudi dalam keadaan mabuk dan kecanduan obat.
Di buku itu dijelaskan ada data statistik yang menghubungkan antara lama tidurnya sang pengendara dengan penignkatan probabilitas kecelakaan. Untuk pengendara yang semalamnya tidur kurang dari 7 jam punya peningkatan resiko kecelakaan sebesar 3x dibanding mereka yang tidurnya cukup 8 jam. Dan kolerasi ini eksponensial, mereka yang semalam tidurnya kurang dari 4 jam punya resiko kecelakaan 11x lipat lebih besar dibanding yang tidurnya cukup.
Nah yang jadi pemikiran kita adalah, mungkin kita tidur/istirahatnya cukup, tapi bagaimana dengan pengendara lain. Karena kecelakaan tidak selalu tunggal, bisa membawa korban lainnya.
Kecelakaan yang paling berbahaya berdasarkan statistik adalah kecelakaan yang melibatkan pengendara truk. Berdasarkan statistik di US, pengendara truk punya kans 200-400% lebih tinggi untuk ngantuk dan terlibat dalam kecelakaan. Dan dari data itu ternyata setiap ada 1 orang pengendara truk yang meninggal karena kecelakaan, membawa juga 4 orang lainnya meninggal bersamanya. Biasanya karena ada mobil lainnya yang terlibat kecelakaan dengan truk tersebut.
Setelah mengetahui data dan fakta tentang hubungan tidur/istirahat dengan kecelakaan lalu lintas semoga kita semakin aware dengan pentingnya cukup tidur terutama ketika kita akan berkendara jauh. Memang yang bisa menentukan kapan waktu meninggalnya kita adalah ajal yang telah ditetapkan Allah untuk setiap orang, tapi kita bisa berikhtiar yang terbaik untuk meminimalisir resiko keburukan yang tercipta karena kelalaian kita.
Jangan sangat percaya diri atau bahkan ujub dengan kemampuan mengendara kita atau mengendalikan ngantuk kita. Cara-cara populer yang katanya bisa menunda atau menghalau tidur seperti menurunkan jendela, kunyah permen karet, menampar-nampar diri, nonjok-nojok diri, cubit-cubit diri, nyiram muka dengan air dingin, ngobrol di telpon, atau menjajikan reward pada diri sendiri kalau bisa menghalau tidur semuanya menurut Matthew Walker adalah mitos. Hal itu mungkin bisa bekerja sebentar tapi untuk waktu yang lama tidak akan kuat menghalau ngantuk secara sustain.
Sekarang saya jadi tertrigger untuk mengetahui kebiasaan tidur Rasulullah secara spesifik. Selama ini pernah mengetahui beberapa riwayat hadits tentang tidur seperti kebiasaan rasul yang tidur awal waktu dan bangun di tengah malam, wanti-wanti untuk tidak tidur di setelah subuh/pagi hari, hingga ritual sebelum tidur yang dicontohkan Rasul SAW. Tapi soal jumlah jam tidurnya saya perlu mempelajari lagi. Lalu jumlah tersebut apakah hanya di malam hari atau juga di siang hari.
Nanti kalau informasi tentang tidur Rasul sudah makin saya dapatkan lebih banyak insyaAllah akan disampaikan di sini untuk bisa jadi referensi kita karena pasti contoh dari Rasul adalah teladan terbaik untuk kita. Plus digabungkan dengan hasil penelitian dan data olahan dari para ilmuwan mudah2an jadi ikhtiar terbaik kita mengikuti teladan rasul dan juga mengetahui maksud serta hikmah di baliknya.
Lalu apa followup saya dengan tidur setelah ini? mungkin secara jumlah saya ga akan menambah jumlah secara signifikan. Tetap di angka 5-6 jam, tapi memastikan bahwa setiap tidur berkualitas sehingga fase siklus NREM, REM, dan deep sleepnya terjaga. Dan kalau bisa disupport dengan tidur siang sejenak (qailulah) akan lebih baik lagi.
Dan saya juga akan lebih positif memandang pemenuhan kebutuhan tidur setiap orang. Kalau dulu pandangan saya cukup sempit dengan mengkolerasikan banyak tidur sebagai ga produktif, kalau sekarang memandang kebutuhan tidur cukup itu justru jadi paham dan mengharapkan bahwa dalam tidur itu manfaat-manfaat dari sisi kesehatan bisa didapatkan.