Membangun sebuah perusahaan dengan nilai triliunan rupiah bukanlah merupakan bayangan dua orang pemuda ini ketika mengisi hari-hari mereka di tahun 1994 itu. Mereka konsisten mencari dan mengoleksi link/tautan paper-paper riset yang ada di internet setiap harinya. Namun siapa sangka hal tersebut merupakan cikal bakal Jarry Yang dan David Filo mampu mendirikan Yahoo, perusahaan yang pernah menjadi trend setter mesin pencari di internet pertengahan 90-an.
Jerry Yang dan David Filo terpikirkan membuat referensi online untuk membantu orang-orang yang sedang menyusun penelitian agar lebih mudah menemukan paper ilmiah. Langkah mereka sederhana: cari, kumpulkan, dan satukan dalam sebuah repositori online. List tersebut kian hari kian banyak hingga diketahui oleh banyak orang, bukan hanya di Stanford, sekolah tempat mereka menyelesaikan tesisnya, tapi di berbagai komunitas engineer di Amerika.
Tak ada diantara mereka berdua yang menyangka list mereka akan begitu bermanfaat. Mereka melakukannya dengan sederhana, menambahkan satu demi satu link di internet secara manual hingga memakan waktu 8 jam sehari, hingga saat sudah semakin ramai orang yang mengunjungi. Sampai suatu hari Sequoia Capital, sebuah Venture Capital ternama di dunia saat ini, menemukan dan memberikan pendanaan pada mereka tuk bertumbuh lebih kencang lagi.
Di awal perjalanan Yahoo, tidak ada ide yang begitu spesial dan brilian, tak ada teknologi canggih, tak ada perencanaan bisnis yang terencana dan spektakuler. Mereka hanya memulai perjalanan, menemukan apa yang mereka lakukan bekerja, di waktu yang tepat, lalu memanfaatkan momentum itu sesegera mungkin.
Ada sebuah inspirasi yang saya dapatkan dalam sebuah perenungan di sebuah pagi yang mulai merekah (tsahh) , saat sedang melakukan pencarian ide produk baru yang akan dikembangkan oleh teman-teman produk di Badr Interactive. Saat itu adalah waktu bagi saya tuk menemukan sebanyak-banyaknya ide produk untuk kita analisis dan uji. Ide tersebut kami kumpulkan di list repositori ide kami bernama ideas.verivy.com
Memang saya berhasil menghasilkan 64 ide sendiri dari total 266 ide produk dalam waktu 3 hari, tapi ditengah pencarian itu saya selalu bertanya apakah ide ini cukup baik, cukup defensible, cukup unik, cukup punya story, bisa sustain dan sebagainya. Lalu membawa saya pada sebuah pertanyaan, apakah produk-produk yang besar dan sukses selalu dimulai dari ide dan perencanaan yang canggih dan begitu meyakinkan.
Ternyata tidak semua produk atau perusahaan yang pernah besar, selalu memulai dengan keyakinan dan gemerlap. Banyak diantara mereka yang perlu salah jalan dulu seperti Slack, Flickr, Hotmail, Groupon, dan Paypal. Ada yang memulai dari kesukaan pribadi yang tak diekspektasikan tuk besar seperti Craiglist, Facebook, Apple, Gmail, dan Yahoo. Atau ada yang memulai dari kebutuhan pribadi yang tak disangka juga dibutuhkan orang lain seperti Blogger dan Tripadvisor.
Banyak perjalanan awal yang jauh dari keyakinan kuat, prediksi akurat, dan selebrasi gemerlap. Banyak langkah awal mereka sepi dan sederhana, tapi bekerja. Setiap produk dan startup itu memang unik, itulah mengapa tidak ada formula sukses tertentu yang bisa dengan sangat cocok dan universal berlaku dan bekerja mutlak di startup yang lain. Masing-masing punya founder yang unik, target market yang unik, momentum yang unik, dan value proposition yang unik.
“Tidak semua produk atau perusahaan yang pernah besar, selalu memulai dengan keyakinan dan gemerlap.”
Kadang tak harus bayangan akhir yang paripurna yang kita harapkan hadir di awal. Tak harus buat web marketplace canggih dengan fitur lengkap di awal kalau kita bermimpi ingin menghubungkan antara pembeli dan penjual, platform komunikasi massal seperti chat messanger dan social media gratis mungkin cukup tuk memvalidasi apakah kita mampu menjaring network massive di kalangan penjual maupun pembeli.
Mungkin sehalaman google form yang gratis sudah cukup tuk mendatangkan klien dan pembelian, tak perlu harus landing page atraktif dan fitur e-commerce yang canggih dengan beragam payment gateway tersaji. Bisa saja sebagian proses manual dapat menggantikan fitur automatisasi teknologi yang kompleks dan njelimet, alih-alih kita habiskan berbulan kerja tuk mengadakannya.
Memulai dengan sederhana bukan berarti sebuah kekurangan dan ketidakmampuan. Tapi adalah langkah seksama dan sarana pengujian, apakah ide produk kita bekerja, dibutuhkan, dan mampu bertumbuh. Tak perlu malu dengan sederhananya karena menunggu paripurna bukanlah syarat mutlak kesuksesan.
Sederhana bisa jadi merupakan sebuah efektivitas, saat memilih mana yang paling berarti tuk dimulai dan dijalani, lalu membawa hasil yang paling optimal. Bisa merupakan representasi karakter open mind, merasa masih banyak ruang kosong tuk diisi oleh ilmu, masukan, dan pembelajaran. Bisa merupakan kecerdikan manajemen resiko, saat mengatur resource sehingga saat harus berputar bahkan berbalik tuk menemukan mana yang lebih bekerja, langkahnya masih tetap ringan.
Jangan takut memulai, walaupun hanya dengan langkah sederhana.