Salah satu pertanyaan yang paling banyak ditanyakan oleh teman-teman yang akan mendirikan startup atau berada di fase-fase awal pendirian startup adalah bagaimana membuat struktur tim ideal untuk startup? Setiap kali mendapat pertanyaan tersebut saya selalu menjawab, sesuaikan dengan kebutuhan startup kita, alih-alih memakai pendekatan posisi struktural terlebih dahulu.
Layaknya sebuah organisasi, selain butuh diisi oleh orang-orang dengan talenta terbaik, startup juga butuh struktur di dalamnya, tujuannya supaya memperjelas garis koordinasi dan tanggung jawab orang-orang yang terlibat di dalam struktur tersebut. Namun seringkali ketika kita membuat sebuah struktur organisasi di sebuah startup, kita terjebak pada paradigma label alih-alih dengan dasar kebutuhan substansial startup kita. Pandangan “pokoknya” sebuah startup harus ada label CEO, CTO, CFO, CBDO, dan berbagai label-label mentereng lainnya, yang akhinya kita cenderung mengada-ngadakan posisi yang sebetulnya tidak atau belum kita butuhkan saat itu, bahkan akhirnya tim kita cenderung sudah gemuk dan tidak efisien di awal. Ada beberapa poin yang bisa membantu kita membuat struktur tim ideal untuk startup kita menjadi optimal untuk tipikal sebuah startup, diantaranya adalah:
Efisien tapi Proporsional
Membangun sebuah tim dengan struktur tim ideal untuk startup, terutama untuk startup yang berada di fase-fase awal pendirian harus benar-benar efisien. Fase tersebut adalah fase dimana kita punya banyak keterbatasan, namun di sisi lain punya tanggung jawab yang sangat besar untuk membuktikan apakah produk startup yang kita rencanakan dan kerjakan bisa terverifikasi baik secara bisnis maupun secara growth. Efisien di sini bisa dari sisi jumlah maupun dari sisi jenis peran yang saat itu dibutuhkan. Ketika struktur organisasi terlalu gemuk di awal bisa jadi ancaman saat bisnis model kita belum terverifikasi karena kita telah menciptakan fixed cost (pengeluraran tetap yang harus dilakukan dalam periode waktu tertentu) yang jika jumlahnya sangat besar akan menjadi beban bagi perusahaan terus menerus di waktu mendatang.
Startup butuh banyak efisiensi di berbagai macam lini, termasuk aspek SDM yang mengisi tim kita. Namun jangan sampai juga akhirnya kebablasan sehingga tidak proporsional dengan kebutuhan, ingat selain efisien kita berhadapan pada tuntutan tanggung jawab yang besar untuk segera memverifikasi produk dan bisnis kita. Jumlah maupun jenis peran harus juga disesuaikan dengan kebutuhan startup kita saat itu, agar ketika terlalu sedikit tidak membuat orang-orang di dalamnya overload, tapi juga ketika terlalu banyak tidak membuat orang-orang di dalamnya bingung sendiri mau mengerjakan apa. Setelah produk dan bisnis model sudah terverifikasi, ditambah kita sudah bisa melihat pola pertumbuhan dari startup kita, maka kita bisa merekrut orang dengan peran baru untuk membantu mengarahkan kerja-kerja di dalam startup kita menjadi lebih fokus.
Saya belajar banyak dari perjalanan mendirikan Badr Interactive. Kami mendirikan Badr Interactive dengan struktur organisasi yang sangat ramping di awal perjalanan karena memang keterbatasan resource yang kita miliki. Namun di tengah perjalanan, karena beragam hal, kami terus merekrut anggota baru sehingga fixed cost menjadi sangat tinggi. Fixed cost yang sangat tinggi (ditandai dengan proporsi fixed cost seperti payroll dan biaya tetap rutin lainnya yang jumlahnya mendominasi alokasi budget pengeluaran kita) akan membuat kita tidak bisa bebas bergerak dan bermanuver untuk mengembangkan bisnis karena kita telah membawa beban berat dan besar di awal. Oleh karena itu saat ini kami berstrategi agar fixed cost yang besar ini tidak hanya menjadi sebuah pengeluaran tetap yang menjadi biaya produksi saja, tapi diarahkan agar punya nilai investasi di dalamnya. Itulah saat dimana Badr Interactive bermetamorfosis sebagai inkubator startup teknologi untuk produk-produk yang punya visi kebaikan yang menjadikan fixed cost-nya sebagai investasi jangka panjang.
Objektif sesuai dengan Kebutuhan
Untuk sebuah startup berbasis produk di fase awal sebenarnya bisa berjalan baik cukup dengan dua peran ini: pertama adalah ia yang bertanggung jawab pada pertanyaan “apa produk yang akan kita buat (What)” dan yang kedua adalah ia yang bertanggung jawab pada pertanyaan “bagaimana cara kita membuat produk tersebut (How).” Peran What biasanya dipegang oleh orang dengan label CEO, sedangkan peran how dipegang oleh orang dengan label CTO. Fase awal startup produk teknologi memang sebisa mungkin difokuskan pada pengembangan produk, namun tidak sampai di situ saja, tapi juga pengembangan produk yang sesuai dengan keinginan serta kebutuhan pasar. Jika meminjam istilah George Berkowski dalam bukunya “How to Build Billion Dollar App”, produk yang diciptakan oleh startup itu harus memenuhi syarat “product-market-fit”, yang berarti membuat produk yang baik sekali ke market dan berikutnya membuat orang di market tersebut puas karena terpenuhi kebutuhannya.
Itulah mengapa peran pengonsep dan penguji sang produk serta peran pembuat produk memiliki peran yang signifikan di awal fase pembentukan startup. Saran saya jika inti dari startup kita berbentuk produk teknologi, sebisa mungkin miliki orang yang mampu membuat produk tersebut, atau minimal orang yang mampu mengetahui keseluruhan seluk beluk dari produk kita ketika memang pembuatannya harus di-outsource. Hal ini untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan ke depannya jika kita menyerahkan semua hal teknikal dan rahasia pembuatan produk kita kepada pihak luar. Kepemilikan teknologi yang memberi nilai tambah dan tidak bisa ditiru tidak akan sepenuhnya kita bisa miliki jika keseluruhan pekerjaan teknikal pembuatan produk kita di-outsource, padahal hal tersebut yang menjadi value added sebuah produk startup teknologi.
Jadi, sebelum kita mampu memverifikasi produk dan juga bisnis kita, maka kebutuhan akan tim yang besar dengan struktur yang kompleks sebaiknya dihindari dengan cara cukup isi tim dengan peran yang menggawangi pertanyaan “what” dan “how” dari pembuatan produk kita. Perlu catatan di sini, bahwa pada pengembangan produk yang cukup besar skalanya, maka peran atau posisi yang bertanggung jawab pada pertanyaan “how” bisa diisi lebih dari satu orang, apalagi jika kita berkejaran terhadap waktu untuk segera meluncurkan produk startup kita. Saya juga menyarankan jika ada orang dengan talenta design UX yang bagus untuk bisa memberikan masukan terhadap pengembangan produk kita, tidak harus full time, tapi minimal produk yang dibangun dapat kita pastikan nyaman, mudah untuk digunakan, serta tampilannya enak untuk dilihat.
Lalu bagaimana dengan peran marketing atau orang bisnis yang nanti akan memasarkan serta memperkenalkan produk kita? Menurut saya peran ini di awal bisa dilakukan oleh CEO, karena dia harus punya network dan kemampuan memperkenalkan produknya cepat atau lambat. Bagaimanapun ia adalah representasi dari startupnya, maka kemampuan marketing juga mutlak diperlukan olehnya. Baru ketika skala kebutuhan marketing dan bisnis, termasuk ke keuangan hingga administrasi semakin tinggi, disitulah kita tepat memutuskan merekrut orang yang fokus mengelola hal tersebut.
Peran minimalis di atas bisa berjalan dengan optimal dalam pembuatan produk dengan catatan orang yang menggawanginya fokus di startup tersebut. Jika pengembangan produk startup tersebut hanya dialokasikan dari waktu sisa yang dimiliki para foundernya maka hal-hal di atas bisa menjadi tidak valid karena mungkin butuh banyak sekali delegasi dan pekerjaan-pekerjaan yang harus di-outsource. Mungkin di kesempatan lain saya akan bahas seberapa penting peranan terminologi “fokus” bagi founder sebuah startup dalam memulai dan membesarkan startup nya 😀
Adaptasi sesuai Perkembangan
Tim yang efisien di awal hanyalah salah satu strategi agar kita bisa menimimalisir resource yang harus kita keluarkan sebelum kita menguji asumsi produk dan bisnis kita. Dalam perkembangan ke depannya, merupakan sebuah keharusan bagi sebuah startup untuk dapat dinamis dalam beradaptasi pada perkembangan dan kebutuhan pengelolaan operasionalnya. Misalnya ketika peran CEO sudah semakin overload dengan aktivitas di luar dan pengawasan hal-hal jangka pendek maupun jangka panjang startupnya, maka mungkin ia bisa mendelegasikan tugas untuk mengawasi pengembangan produk kepada seorang product manager yang dedicated, peran ini misalnya melingkupi aktivitas dan tanggung jawab : testing, measuring, dan trying.
Jika pekerjaan di bidang keuangan dan administrasi sudah mulai tinggi, kita bisa merekrut orang yang khusus untuk mengerjakan hal tersebut. Pun juga dalam aspek bisnis, customer relation, dan human capital, semuanya seharusnya mengikuti dengan kebutuhan pengembangan startup kita. Maka jika kita berjalan dengan pola seperti ini, kita akan lebih presisi dan objektif dalam membangun tim ideal untuk startup kita.
Beberapa pandangan di atas bisa saja berbeda tergantung dengan konteks startup maupun produknya. Jika kita punya resource yang mencukupi, mengincar kecepatan dalam delivery produk, dan juga mengincar pengenalan brand yang besar-besaran, maka mungkin memang tepat untuk melakukan ekspansi tim yang besar dan komprehensif dari awal. Atau jika dalam tim kita hanya ada orang yang paham apa yang ingin dibuat dan juga bagaimana membuat produk startup kita, namun belum baik dari sisi strategi pengembangan bisnis, maka tidak ada salahnya mengajak co-founder dengan talenta bisnis sedari awal di tim kita. Yang penting pada prinsipnya dari sharing-sharing saya kali ini, bahwa semua yang kita lakukan harus ada dasar serta alasan objektif kenapa kita melakukan hal tersebut. Karena maju mundur, cepat lambat pertubuhan startup kita secara langsung maupun tidak langsung berelevansi pada keputusan kita dalam hal ini. Jika ada yang punya pandangan lain atau diskusi lebih lanjut kita bisa melakukannya di kolom komentar di bawah ini, sangat senang untuk bisa saling berbagi satu sama lain 🙂 Maju terus startup Indonesia.