Memaknai Setiap Momen

Awal Januari kemarin saya belikan Azima kembang api sparklers (kembang api kecil yang dipegang berbentuk tongkat). Senang bukan kepalang Ia. Dari siang dibelikan, diulang-ulang terus pengingatannya ke ayahnya supaya bisa temani main kembang api malam nanti.

Saya baru sadar, ini sepertinya baru pertama Azima main kembang api. Begitu dimainkan tawa riangnya lepas. Ditariknya keluar Bundanya untuk ikut bermain. Dia simpan beberapa bungkus untuk main dengan sepupunya besok-besok.

Saya membatin, kok kembang api sederhana yang bagi saya tidak terlalu berkesan tapi buat anak perempuan ini bisa begitu menyenangkan. Saya menerka mungkin karena Ia menikmati penuh momen main kembang api yang menjadikannya begitu menyenangkan. Dan menikmati momen yang paling penuh terjadi pada saat kita merasakannya pertama kali.

Jika menengok masa lalu, sepertinya banyak juga momen kagum dan terpesona kita pada macam-macam hal. Rata-rata terjadi saat kita merasakan pengalaman pertama atas sesuatu. Pertama kali naik pesawat, pertama kali naik gunung, hari pertama masuk kuliah, pertama bawa kendaraan, pertama tinggal sendiri, hari pertama berkeluarga, hari pertama jadi ayah, dan begitu banyak momen-momen pertama lainnya.

Pengalaman pertama memberikan kesan mendalam karena di momen itu kita hadir seutuhnya. Semua panca indera terbuka, hati penuh membersamai, dan berwana warni emosi muncul. Bisa waspada, gembira, takut, kagum, khawatir, dan lainnya.

Namun seiring berlalunya masa-masa pertama itu, semakin pudar daya tarik kita pada momen itu. Semakin ia berulang, semakin ia jadi biasa, dan semakin tak menimbulkan rasa.

Masuk dan jalan ke mall begitu berkesan tuk mereka yang seumur hidup belum pernah ke mall. Tapi buat orang kota yang hampir tiap pekan ke mall sudah bukan hal yang berkesan lagi.

Mungkin bukan momennya yang makin tidak menarik, tapi memudarnya penyadaran dan syukur kita terhadap momen tersebut yang bikin mereka tidak sepenting dahulu.

Ada film Pixar terbaru yang saya tonton bersama Azima beberapa pekan lalu. Judulnya Soul. Menceritakan petualangan seorang dewasa bernama Joe dengan ruh seorang calon manusia bernama 22.

Ruh Joe harus menjalani petualangan di bumi dengan wujud kucing sementara ruh 22 memasuki tubuh Joe. Mereka bersama-sama berusaha mengembalikan ruh Joe ke tubuhnya. Ternyata dalam perjalanan di dunia 22 menginsyafi banyak pengalaman-pengalaman berkesan yang datang justru dari kejadian super biasa selama ia di bumi. Dari melihat daun kering jatuh, makan pizza, merasakan permen loli pop, berbagi donat ke pemusik jalanan, hingga bermain di atas lubang angin semuanya sangat biasa untuk kita di kehidupan sehari-hari. Namun buat 22 itu semua hal sederhana itu berkesan.

Mungkin kita merasa hidup biasa saja, membosankan, bahkan tidak menarik karena kita tidak menginsyafi penuh tiap momen kecil kita dengan syukur. Jika Allah karuniakan hidup sehari lagi hari ini maka itu adalah momen luar biasa tuk kita syukuri. Allah ijinkan kita terus bisa bernafas, bergerak, mengecap, semua itu adalah karunia yang mungkin untuk sebagian orang begitu berharga.

Jika kita bisa meresapi setiap momen dengan rasa syukur, maka setiap karunia yang terlihat kecil dan biasa dapat menjelma jadi pengalaman yang memesona, sebagaimana bocah yang baru pertama kali main kembang api.

Menyadari tiap hal kecil adalah karunia membuat kita lebih mudah bersyukur. Membuat kita terbiasa mengingat Allah. Membantu kita melihat semua dengan lebih positif.

Jika besok Allah memberikan jatah 1 hari lagi untuk kita hidup, mari jangan lupa untuk bersyukur dalam doa kita. Allah beri kita kesempatan lebih untuk menambah amal, Allah ijinkan kita lebih lama lagi untuk bertobat dari kesalahan kemarin.

Leave a Reply