Jalan Sempit Mendaki yang Menguatkan

Jalan dunia entrepreneur adalah jalan sempit mendaki yang penuh kesulitan. Bagi yang mengharapkan ini jalan yang mudah dan mulus maka bersiaplah untuk kecewa. Namun di dalam setiap kesulitan selalu ada banyak hikmah. Bagi saya, justru lebih banyak syukur yang dapat kita panjatkan dari bertubi kesulitan, dibanding kesulitan yang perlu dikutuki itu sendiri.

Jalan mendaki yang penuh tantangan
Jalan mendaki yang penuh tantangan

Kesempitan dan Kreativitas

Kesulitan yang paling sering menghinggapi para founder startup adalah kesempitan. Kesempitan di sisi keuangan, fasilitas, waktu, dan semua aspek yang berkaitan membangun bisnis kita.

Banyak founder di masa awal tidak punya kantor, sehingga harus kerja dari satu warung kopi ke warung kopi lain. Tidak punya modal, sehingga tidak bisa menggaji karyawan atau dirinya sendiri. Tidak punya kekuatan dan pengaruh, sehingga harus berjalan dan mendaki dengan kekuatannya sendiri.

Namun kesempitan-kesempitan tersebut adalah pupuk paling mujarab untuk menumbuhkan kreativitas.

Teringat cerita tentang ekosistem startup di Australia yang disampaikan oleh Willix Halim, COO Bukalapak yang pernah menjabat sebagai VP dari Freelancer. Untuk ukuran ekosistem startup, Australia menurutnya termasuk yang punya banyak sekali keterbatasan.

Dengan populasi hanya 25 juta, dan market produk teknologi sekitar 15 juta, Australia bukanlah pasar yang cukup besar untuk perusahaan teknologi. Hal inilah yang menyebabkan sedikitnya Venture Capital yang masuk dan menginjeksi uangnya di perusahaan teknologi Australia. Berakibat minimnya budget, termasuk untuk marketing dan subsidi sebagaimana banyak kita lihat di perusahaan teknologi Indonesia saat ini.

“Ekosistem startup di Indonesia itu irasional” Ujar Wilix. Ketika datang ke Indonesia pertama kali, ia kaget karena begitu banyak dana yang digunakan untuk subsidi akusisi pengguna dan marketing di media yang harganya sangat mahal. Di Indonesia kita memang menyaksikan fenomena dimana mereka yang punya kantung dana besar, yang biasanya berasal dari uang milik investor, yang dapat menguasai pasar dan bertumbuh cepat.

“Ekosistem startup di Indonesia itu irasional” Ujar Wilix

Tapi hal ini tentu tidak sehat. Karena jika pertumbuhan itu dipicu paling besar oleh subsidi dan marketing berbayar, maka untuk mendapatkan pertumbuhan dari sisi revenue maupun pengguna dengan tingkat pertumbuhan yang sama di tahun berikutnya, dibutuhkan budget dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya.

Misal tahun lalu kita bertumbuh 30% karena mengeluarkan budget subsidi USD 1 juta, maka untuk mendapatkan pertumbuhan 30% juga di tahun ini kita harus merogoh kocek minimal USD 2 juta untuk subsidi, asumsi pertumbuhan dominan dipicu oleh subsidi berbayar, bukan oleh pertumbuhan organik dan retensi pengguna.

Berbeda dengan Indonesia, Australia minim investasi sehingga tidak banyak dana yang bisa digunakan untuk subsidi dan marketing berbayar. Tapi hal itu justru menyebabkan munculnya kreativitas dalam menemukan dan mengoptimalkan channel marketing yang belum pernah dieksplorasi sebelumnya. Salah satu case yang diceritakan Wilix adalah ketika ia mencoba meningkatkan user base Freelancer dari Indonesia. Ia menggunakan postingan di kaskus untuk melakukannya, sesuatu yang belum banyak terpikirkan oleh startup dari luar saat itu.

Wilix menambahkan, Freelancer tidak pernah mengeluarkan budget marketing yang sangat mahal sebelum IPO, hampir semua effor marketing yang dilakukan selalu diprioritaskan yang gratis.

Kesempitan sering kali memberi kita ruang untuk mengembangkan kreativitas bagi orang-orang yang memandangnya dari sudut pandang kesempatan. Beberapa kali kami di Badr Interactive yang notabennya bukan perusahaan teknologi yang disokong oleh investor, menemukan cara-cara efisien, kreatif, dan baru untuk tetap bergerak dalam beragam kesempitan yang kami miliki.

Contoh lain, jika kita melihat iklan televisi di Indonesia, coba pilih iklan-iklan terbaik dan terkreatif yang pernah kita saksikan? yap betul, iklan rokok. Mereka bisa muncul dengan konsep iklan yang kreatif, senantiasa baru, dan menarik. Padahal mereka adalah industri yang penuh dengan keterbatasan dalam menampilkan produk mereka di depan publik. Tidak boleh menampilkan gambar orang merokok, tidak boleh menampilkan rokoknya, bungkus rokoknya, atau menjelaskan manfaat dari merokok. Tapi justru dalam kesempitan itu, ruang kreativitas muncul.

keterbatasan
keterbatasan

Kejatuhan dan Jalan Keluar

Bicara tentang kejatuhan mengingatkan saya dengan pengalaman Evan Williams, founder Blogger.com. Hari itu di bulan Desember 2001, saat ia harus mengambil keputusan pahit untuk memberhentikan semua karyawan yang ia miliki. Blogger yang telah berjalan 2 tahun kehabisan uang untuk operasionalnya. Mereka memang telah dipakai ribuan orang di seluruh dunia, tapi belum bisa mendapat uang karena mereka menggratiskan semua layanan mereka.

Hari-hari setelahnya adalah saat yang jauh lebih sulit lagi. Williams harus bersedia sendirian bekerja mengelola aplikasi, server, dan customer service sekaligus. Ia tidak bisa bayar sewa server sehingga harus posting permintaan donasi pada para penggunanya. Juga tidak bisa bayar sewa kantor sehingga harus menumpang berkantor di kantor orang.

Tapi dari saat-saat tergelap itulah jalan keluar muncul. Satu persatu kunci-kunci kesuksesan Blogger mulai terbuka. Dari mulai dapat bantuan dari para pengguna Blogger seluruh dunia untuk operasionalnya, dapat bantuan sekitar USD40 ribu dari perusahaan yang menggunakan platform Blogger untuk blog portalnya, hingga terealisasinya versi Blogger premium dan orang bersedia membayar atasnya.

Dan puncak tertingginya adalah saat Google menawarkan untuk mengakusisi Blogger. Saya tidak tahu besarannya karena nilai akusisinya tidak dipublikasikan. Di saat itulah blogging mulai menjadi hal yang populer di dunia. Ia perlu menunggu beberapa tahun dalam kesempitan dan kesulitan hingga dunia mau membuka diri atas produk yang ia ciptakan.

Kadang keadaan tergelap adalah sebuah pintu gerbang menuju jalan keluar, sebagaimana fajar menyingsing setelah kita melewati bagian paling gelap malam.

Membangun bisnis ataupun startup, tidak juga terlepas dari hal ini, jatuh bangun, gagal bangkit, belajar berubah, dan terus berjalan menjadi bagian yang menghinggapi hampir setiap founder.

Buat kita yang ingin dan sedang berada di jalan ini, jangan espektasikan terlalu tinggi jalan yang mudah. Tapi sesulit dan semendaki apapun jalan yang terhampar di depan, hikmah dan penguatan yang kita dapatkan ketika melaluinya, jauh lebih banyak dibandingkan kesulitan yang kita dapatkan. Kesulitan itu sementara, tapi pembelajaran, kesabaran, kedewasaan, dan ketangguhan itu akan terus bertahan hingga akhir hayat.

Benar apa yang dikatakan Allah dalam Quran surat AL Insyiraah ayat 5-6, “Maka sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan”

1 thought on “Jalan Sempit Mendaki yang Menguatkan”

Leave a Reply