Dariku yang Ingin Ia Ingat

Dulu sekali saya pernah bercerita tentang sosok ayah saya. Seorang yang walaupun tak pernah cerita ia ingin dikenal sebagai pribadi yang ajarkan value apa pada anak-anaknya, tapi terpancar begitu kuat pelajaran value tersebut dalam kesehariannya. Darinya saya belajar secara otentik dan penuh tentang kerja keras dan ketangguhan, begitu penuh karena ia memang ajarkan dengan keteladanan yang penuh.

Pun kini saat label ayah telah melekat dalam pribadi saya, saya juga ingin suatu ketika Azima besar, ia dapat mengetahui tanpa diberitahu, ia dapat merasa tanpa disengaja, apa value yang ingin diwariskan ayahnya sebagai bekal hidupnya kelak.

Banyak sekali sebenarnya value yang saya berharap mampu menjadi teladan baginya hingga ia dapat menginternalisasi value2 tersebut. Tapi dari sangat banyak value2 harapan saya itu, setidaknya saat ini saya ingin mulai dengan keteladanan padanya tentang menjadi pribadi yang senantiasa bersemangat dan pantang menyerah berusaha.

Keteladanan tentang semangat, bahwa tak peduli seberapa dalam dan seberapa banyak lubang tempat kita terjatuh, senyum, pikiran positif, dan semangat kita tidak tergantung dari lubang itu, tapi dari diri kita sendiri.
.
Keyakinan tidak pernah ada satupun yang jika telah melalui ijin Allah tuk menimpa kita yang cukup kuat tuk mematahkan punggung kita. Tak pernah ada yang lebih kuat dari kekuatan penanggungan kita kecuali kita sendiri yang putuskan tuk berhenti dan biarkan patah punggung kita. Maka semangat ceria menyongsong hari adalah ekspresi terbaik yang mencerminkan optimisme itu.

Sangat boleh dan mungkin kita jatuh, hingga geram terukir dan kesal menyeruak, tapi kantong semangat kita tak pernah boleh habis, bahkan ia harus membuncah luap keluar tuk mengisi kantong-kantong orang-orang di sekitar kita yang ikut bergerak bersama kita.

Saya juga ingin bisa tunjukkan keteladanan tentang pantang menyerah dalam berusaha. Bahwa semua memang berawal dari tidak bisa, tidak biasa, tidak pernah. Tapi tidak pernah berakhir sama selama ada konsistensi dan persistensi dalam ikhtiar mencoba di tengah-tengahnya.

Belumlah tuntas semua upaya dicoba, semua daya dikeluarkan, jika belum semua peluh keluar. Bahkan belum waktunya selesai masa juang jika belum selesai hembusan nafas terakhir keluar dari raga kita. Karena memperjuangkan mimpi besar yang kita yakini jadi jalan mengemis ridha Rabb kita sungguh tidak bisa dititi hanya dari bernyaman-nyaman mencari pembenaran tuk berhenti mencoba.
Saya pun masih belajar mengeja semua hal itu, belumlah terpatri kuat jadi kebiasaan, terlebih karakter. Tapi bukankah hidup adalah tentang proses perjalanan, Ayah berproses membaik sambil kau mendewasa tuk memahami, bahwa memberi bekal dengan keteladananpun juga adalah tentang memperbaiki diri kita sendiri.

Leave a Reply