Persis pekan lalu, saya masih ingat posisi saya masing keliyengan di kasur. Hari itu sudah hari ketiga terhitung sejak hari pertama lebaran saya terbaring karena demam tinggi+pusing+lemas. Di saat yang lain liburan, bercengkrama dengan keluarga, atau silaturahim, Allah berikan ujian sakit.
Meringkuk di kasur seharian, sesekali Azima ke kamar, nanya gmana panas ayahnya, ikut gegoleran di kasur, dan elus-elus ayahnya. Biasanya momen ini jadi momen main bersama, tapi sebegitu lemasnya saya, cuma bisa meringkuk aja ga ngerespon Azima.
Selama 3 hari sakit pekan lalu akhirnya harus di rumah seharian. Dan Azima serta bundanya akhirnya ikut juga nemani. Agenda yang disusun untuk berkunjung ke banyak rumah kerabat plus bertoples-toples kue lebarang yang sengaja kita siapkan jauh-jauh hari akhirnya hanya mematung di sudut ruang keluarga.
Tapi di tengah sakit itu ada sebuah hal yang saya syukuri: tentang keluarga. Mereka bukan hanya yang bersedia menemani kita bagaimanapun kondisi kita tanpa komplain.
Mereka salah satu anugrah terindah di dunia dari Allah. Bahkan merkalah, yang mungkin nanti bisa jadi penyelamat kita di akhirat.
Doa dari mulut kecil sang anak, Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shaghiran, mungkin doa itu yang nanti akan jadi penyelamat kita ketika ada sangkutan masalah di akhirat.
Dalam muamalah kita, interaksi kita, hingga amal shalih kita, pasti ada saja perkara yang dipertuntutkan ke kita di akhirat. Doa dari anak shalih kita mungkin saja jadi penyelamat atas perkara-perkara yang menyesakkan dada di akhirat nanti.
Keluarga kita, bukan hanya jadi sebab syukur di dunia, tapi juga karunia di akhirat saat keberadaan mereka bisa jadi sebab syafaat Allah atas kita.
Momen sakit pekan lalu juga jadi cermin buat saya melihat lagi lebih dalam, kehadiran saya di keluarga kecil ini, bukan hanya sekedar untuk memberikan nafkah lewat penghasilan bulanan.
Tapi lebih jauh dari itu, amanah yang sesungguhnya adalah membawa keluarga ini ke surga. Bersama di dunia yang berujung pada kebersamaan di surga, kekal abadi.
Jangan harap dengan hanya bekerja banting tulang tiap hari, menyediakan uang belanja tuk kebutuhan sehari-hari lalu ngasih uang jajan untuk anak, sudah bisa jadi check list bahwa semua tanggung jawab kita selesai.
Padahal di balik itu ada tanggung jawab yang jauh lebih utama dan esensial. Kita, kepala keluarga, bertanggung jawab menghindarkan keluarga kita dari siksa api neraka.
Bekerja pulang malam adalah sebuah ibadah bagi seorang ayah, tapi jangan lupa, lebih utama Ia memastikan anaknya tumbuh menjadi anak yang shalih/shalihah, memberikan bekal ilmu agama dan akhlaknya agar baik.
Seorang ustadz pernah berkata Ibu memang madrasah pertama anak kita, tapi kitalah kepala sekolah bagi sang anak. Dimana mana kalau ada evaluasi sebuah sekolah, yang dipanggil itu kepala sekolahnya, bukan gedung sekolahnya.
Ga cukup hanya menyerahkan pendidikan anak, terutama dalam hal agama hanya kepada ibunya tanpa campur tangan sang ayah. Karena belum tentu itu bisa menuntaskan tanggung jawab kita membawa keluarga kita terhindar dari api neraka.
Semoga minimal dengan mensyukuri saat Allah karuniakan keluarga tuk kita di dunia, sekecil apapun, selama selalu diinsyafi Allah akan tambah tambah nikmat dan kebahagiaan di dalamnya.
Semoga kita juga semakin bisa menempatkan mana yang prioritas dengan menyadari bahwa tanggung jawab utama kita sebagai kepala keluarga, bukan hanya suapan nasi tiap hari tuk istri dan anak kita, tapi memastikan api neraka tidak menyentuh mereka kelak.