Mungkinkah Membangun Produk di Market yang Belum Ada?

Pada sebuah kesempatan saya mendapat cerita dari Doktor pengajar Bahasa Arab tentang bagaimana ia merintis bisnis lembaga pendidikan Bahasa Arab bagi pelajar atau warga asingnya di Mesir.

Ia menceritakan dulu lembaga pendidikan Bahasa Arab yang ia rintis merupakan yang pertama menargetkan pelajar asing di Mesir. Setelah beberapa waktu berjalan dan ternyata konsep ini bekerja, kemudian muncul beberapa lembaga serupa di sekitarnya. Total di akhir tahun tersebut saja dengan cepat ada 7 lembaga muncul menjadi kompetitor.

Semula ia sempat khawatir akan keberlangsungan bisnisnya. Namun jumlah siswa yang mendaftar di lembaganya terus bertambah. Kehadiran para kompetitor ternyata mampu membentuk market yang tadinya tidak ada. Jika para siswa asing ingin belajar Bahasa Arab maka kunjungilah kota tersebut karena di sana terdapat banyak lembaga pengajaran Bahasa Arab yang berkualitas.

Kompetisi bukan hanya dapat melecut kita untuk menjadi lebih baik, tapi juga menciptakan pasar yang mudah dikenal dan menarik customer untuk datang. Inilah kenapa ada sebagian daerah yang terkenal dengan komoditas tertentu karena banyaknya bisnis di komoditas tertentu di daerah yang tersebut. Sebut saja kampung Inggris Pare di Kediri, pertokoan elektronik Glodok, atau pasar pakaian di Tanah Abang. Lokasi tersebut telah menjadi pasar dengan komoditas spesifik yang dapat menarik banyak pengunjung dan pembeli.

Hal ini yang membuat strategi membangun produk untuk market yang belum matang atau belum ada menjadi masuk akal. Semula kita hanya tahu bahwa salah satu strategi yang umum digunakan ketika ingin membangun bisnis adalah membuat produk yang dapat menjadi solusi bagi market yang potensial. Apa itu market yang potensial? yaitu market dengan jumlah transaksi yang besar untuk solusi yang sedang kita ingin buat serta trendnya terus bertumbuh ke depan.

Namun formula membangun produk untuk market yang sudah terlihat potensinya tidak melulu menjadi resep sukses membangun bisnis. Ada strategi lain yaitu : Membangun produk baru untuk market yang belum ada. Ini yang dilakukan oleh Jensen Huang dengan NVIDIA atau Elon Musk dengan SpaceX. Mereka menciptakan produk sambil menciptakan marketnya.

NVIDIA Strategy : Create Product, Create Market

Semula saya berpikir hal seperti ini sangat berisiko dan sulit diterima oleh rasio berpikir awam. Tapi ketika melihat perjalanan mereka lebih rinci akhirnya terlihat pola yang membuat strategi ini ternyata masuk akal untuk bisa bekerja.

Ketika kita membangun produk baru yang belum ada sebelumnya dan ternyata bekerja, maka cepat atau lambat akan ada orang yang terpancing untuk membuat hal yang sama.

Di kisah awal perjalanan NVIDIA misalnya. Jensen Huang dan cofoundernya sempat mendapatkan pandangan skeptis saat menceritakan mereka ingin bangun bisnis pembuatan chip pengolah grafis 3D untuk pasar video games. Pada waktu itu tahun 1993 pasar video games 3D belum ada. Ini adalah pasar dengan nilai 0 milyar dollar. Tapi tak lama setelah Sequoia Capital menjadi investor pertama NVIDIA, bermunculan kompetitor-kompetitor lain dengan keinginan membangun produk sejenis. Tak tanggung tanggung, jumlahnya mencapai 89 perusahaan dengan variasi backing-an modal yang juga tak kalah besar.

Kehadiran para kompetitor ini membuat market graphic card untuk video games terbentuk dan makin menjadi perhatian. Hingga beberapa tahun setelahnya industri graphic card menjadi komoditas dengan persaingan yang sangat sengit.

Tentu ada syarat dan ketentuan dalam strategi membangun produk baru untuk market yang belum ada ini. Yaitu produk baru yang kita buat memang benar-benar menyelesaikan masalah yang penting bagi manusia. Kondisi sebelumnya dimana tidak ada orang yang cukup “gila” membuat solusi di masalah tersebut yang membuat kehadiran pionir yang pertama melangkah akan jadi gebrakan. Siapa yang cukup “gila” ingin membuat produk yang dapat membuat planet Mars sebagai planet hunian manusia selanjutnya sebelum Elon Musk menciptakan SpaceX?

Syarat lainnya juga tak kalah penting. Mereka yang mau mengambil jalan dengan strategi ini tentu harus punya modal yang kuat, reputasi sangat baik, jejaring yang luas, dan nyali yang besar. Memulai perjalanan menelusuri jalan yang belum ada itu sulit. Bayangkan betapa sulitnya menerobos masuk hutan yang penuh semak ilalang dan belum pernah ada manusia yang masuk apalagi menandai jalannya. Belum ada petunjuk dan penuh risiko. Belum lagi biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk mengedukasi market.

Dari sini kita juga belajar bahwa dalam bisnis tidak ada strategi tunggal yang dapat menjadi formula sukses universal untuk semua bisnis. Semua bisnis unik dan spesial. Maka strategi yang bekerja di sebuah bisnis belum tentu dapat bekerja ketika digunakan di bisnis yang lain. Teori yang diajarkan di pelajaran bisnis tidak menjadi menjadi resep jitu saat digunakan di perjalanan nyata membangun bisnis. Kita perlu tetap berpikiran terbuka untuk selalu belajar dan mengambil hikmah dari berbagai kejadian di sekitar kita.

Leave a Reply