Kadang saat kita melambat sejenak plus menurunkan standar kenyamanan dan sarana, justru di sana kita dapat melihat sudut pandang baru dan merasakan yang tak pernah kita biasa dapatkan dalam normal kesibukan kita.
.
Naik motor atau sepeda alih-alih naik mobil, memungkinkan kita mampir di warung nasi dan makanan pinggir jalan yang tak beruang parkir luas, menyantap bervariasinya pilihan kuliner sambil merasakan hangatnya sendau gurau sesama pedagang ramah. Sempat mampir di warung kopi atau warung bubur kacang hijau yang bisa charging energi hanya dengan 5 ribu rupiah. Kita bisa berhenti di puncak-puncak jalan tuk menghirup rehat dan memandang dalam kerasnya kehidupan jalanan ternyata Allah tetap beri panorama indah.
.
Jalan kaki alih-alih naik motor, memungkinkan kita menyeruak masuk menembus gang-gang kecil, yang sisi-sisi temboknya mungkin hanya 2 kali lebar bahu kita. menyapa dan melihat langsung hari-hari mereka yang biasa hanya jadi angka statistik di koran dan literatur akademis kita. Memungkinkan kita duduk di bangku kayu tua tuk berhenti sejenak merasakan waktu berjalan lebih lambat.
.
Dalam sudut pandang dan cara yang berbeda, kita bisa menangkap yang tak bisa tertangkap oleh perspektif kita yang biasa. Kita memang melalui jalan yang sama, tinggal di daerah yang sama, menghidup udara yang sama. Tapi kita tak bisa merasa rasa yang sama, hanya karena kita berada pada sisi dan cara yang berbeda.
.
Dengan merasa yang sama kita bisa belajar, agar tak minder saat bergaul satu forum di menara megah dan gedung mewah, pun tetap woles santai duduk berselonjor dengan para pedagang kaki lima. Kita tidak canggung saat nanti dititipi atau mengecap fasilitas mewah, pun tak bergidik ketika berhimpit di kereta atau angkutan kota