Salah satu modal terpenting seorang pemimpin adalah kantong semangat dan optimisme yang tak pernah habis. Hingga dengan semangat dan optimisme menggelora itu menular ke anggota tim nya tuk terus bergerak segelap apapun situasi kita.
Namun mungkinkah hal itu terjadi? Optimisme yang terus menyala bahkan di saat tersempit hingga tak ada yang mungkin terbesit kecuali hanya pesimisme akan kemungkinan terburuk.
Rasulullah SAW telah memberikan teladan terbaik pada kita bahwa hal tersebut mungkin. Ada banyak kondisi dari sejarah perjalanan Rasul yang dapat kita petik tentang optimisme. Salah satu pelajaran terbaik serta mengena buat saya pribadi adalah saat kaum Muslimin berada pada perang Ahzab.
Hari-hari itu adalah salah satu momen yang paling menegangkan bagi kaum Muslimin. Saking menegangkan situasi tersebut, digambarkan seolah-olah jantung para sahabat terasa terangkat hingga kerongkongan.
Peristiwa mencekam itu adalah sebuah perang dengan situasi kaum Muslimin yang sangat terjepit. Madinah dikepung oleh lebih dari 10 ribu orang musyrikin, belum pernah jazirah Arab di waktu itu ada artileri perang berjumlah mencapai 10 ribu orang.
Jauh tidak berimbang dengan pasukan Muslimin. Untuk perbandingan, jangankan pasukan perang kaum Muslimin, jika jumlah penduduk Madinah dikumpulkan, hingga ke para tetua, perempuan, sampai anak-anak, bahkan tidak sampai 10 ribu orang.
Perang Ahzab kita menyebutnya, atau sering disebut juga dengan perang Khandaq. Di dalamnya Kaum Muslimin menggali parit yang super panjang dan besar mengelilingi lebih dari setengah lingkaran kota Madinah.
Semua serba terbatas, bukan hanya jumlah SDM, cadangan pangan juga super terbatas. Waktu itu bertepatan dengan musim dingin.
Kaum Muslimin selama masa penggalian dan perang dalam 1 hari hanya dapat jatah 1 butir kurma, seteguk air, dan sejuput tepung yang didapat dengan menempelkannya ke tangan yang telah dilumuri air.
Saking sangat menegangkan dan terjepitnya semua situasi tersebut, kaum Muslimin tidak bisa istirahat berhari-hari.
Bahkan dalam sebuah riwayat, mereka harus menjamak shalat wajib subuh, dzuhur, ashar hingga magrib di waktu setelah isya. Mereka harus terus berjaga di benteng-benteng parit kaum Muslimin jangan sampai akhirnya bisa ditembus musuh.
Itulah mencekamnya perang Ahzab. Pernahkah kita berada pada posisi super terjepit sedasyat itu?
Bagaimanakah rasanya? pasti saat itu kita sangat merasa takut, khawatir terhadap masa depan, hingga pesimisme adalah satu-satunya pikiran yang dapat menyeruak ke seluruh pikiran kita.
Namun adalah keteladanan kapasitas kepemimpinan luar biasa diberikan Nabi Muhammad SAW kepada kita. Tentang optimisme dan semangat yang terus berkobar sesempit apapun situasi menimpa.
Saat Rasul SAW memecah bongkahan batu besar yang tak bisa dipecahkan para sahabat.
Rasul memberitakan kabar dengan optimisme dan energi positif luas biasa.
Dalam hentakan palu godamnya pertama, Rasul berkata Ia diberi kunci negeri Syam oleh Allah dengan istana merahnya, dan umat Islam akan sampai ke sana,
Hentakan kedua, Rasul berkata diberi kunci Persia tuk ditaklukkan, hingga Ia bisa melihat istana putihnya di Madain, kaum Muslimin akan sampai ke sana,
Hentakan ketiga, Rasul berkata diberi kunci negeri Yaman, gerbang kota Shan’a yang akan mampu dicapai kaum Muslimin.
Di akhir perang Ahzab berkat pertolongan Allah Kaum Muslimin mampu bertahan hingga pasukan musyrikin mundur karena tidak mampu menembus pertahanan Madinah.
Kaum Muslimin saat itu sangat bisa tuk pesimis dengan semua ukuran rasio manusia soal masa depan mereka. Tapi Rasulullah memberikan pelajaran bagi kita bahwa Allah Maha Besar, kita makhluk-Nya yang lemah. Tak peduli sedalam apa kita terpuruk, selalu ada optimisme yang bisa kita bangun dengan keyakinan terhadap kebesaran-Nya.
Nubuat Rasulullah, bukan hanya ujaran kosong, Ia terus dipegang oleh para sahabat sebagai api harapan serta impian yang harus direalisasikan. Hingga akhirnya terwujud satu per satu di masa yang akan datang.
Rasul bukan hanya sekedar menularkan optimisme, tapi juga menanamkan visi besar kepada Kaum Muslimin. Hingga menyeruak menjadi visi pribadi yang begitu kuat kepada para penerus perjuangannya, visi yang menembus batas generasi.
Jika ada seribu alasan tuk menyerah dan berhenti, semangat dan optimisme inilah yang terus mampu menciptakan seribu satu alasan tuk terus berjuang.