Site icon Catatan Andreas Senjaya

Bukan Kompetitor, tapi Kawan Perjuangan

Dulu saya berpikir memiliki jiwa kompetisi tinggi adalah cara efektif tuk bertumbuh.

Dari mulai nilai ulangan, ranking di kelas, hingga sesederhana kecepatan belajar di jalan dijadikan kompetisi. Hingga akhirnya saya mulai menyadari, hal itu gak bawa lebih banyak manfaat, justru lebih banyak dampak negatifnya buat diri sendiri.

Terlebih jika semua segi kehidupan dijadikan arena kompetisi. Punya kekayaan berapa, punya rumah sebesar apa, kendaraan semewah apa, gaji berapa besar, sudah nikah belum, punya berapa anak, dan makin banyak deretan panjang arena-arena kompetisi lainnya.

Dalam kompetisi dengan orang lain, tanpa kita sadari akan ada yang didaulat jadi pemenang dan ada yang kalah. Sang pemenang akan merasa superior. Yang dikalahkan jadi lebih inferior.

Kita jadi sangat sulit untuk bisa berbahagia dengan tulus atas keberhasilan orang lain. Karena seolah jika ada pencapaian yang didapat seseorang, berarti merekalah yang menyabet title pemenang, dan kitalah yang kalah. Tanpa disadari ada penyakit hati yang muncul: perasaan dikalahkan, lalu berujung dengki.

Dampak lainnya kita jadi sulit mensyukuri karunia Allah. Karena kita sangat sering membandingkan apa yang kita miliki dan capai dengan apa yang dimiliki dan dicapai orang lain. Sulit sekali merasakan kejernihan hati dalam situasi seperti itu.

Didukung oleh sosial media saat ini dimana kita lebih mudah menunjukkan pencapaian-pencapaian ke publik. Tiap scroll timeline malah jadi makin banyak penyakit hati yang muncul.

Mungkin kita perlu mengubah cara pandang menjalani keseharian bersama orang-orang di sekitar kita. Dari orientasi tiap hari adalah arena kompetisi dengan orang lain, menjadi tiap hari adalah arena kita menjadi lebih baik dari versi diri kita sebelumnya.

Ganti sudut pandang dari orang lain adalah kompetitor, jadi kawan perjuangan. Pencapaian mereka tidak sama sekali berhubungan dengan kita menjadi yang kalah. Bantu orang lain mencapai keberhasilan tidak sama dengan menggali jurang tuk menenggelamkan kita.

Surga Allah sangat luas. Bukan karena satu orang bisa masuk satu pintu surga, lalu akhirnya pintu tersebut tertutup untuk yang lain. Pintu surga selalu terbuka untuk siapapun yang Allah ridhai.

Exit mobile version