Startup Service, antara cash flow jangka pendek dan skalabilitas

Bagi sebagian mahasiswa di bidang teknologi informasi atau ilmu komputer yang sudah bisa mengimplementasikan ilmunya untuk membuat produk teknologi berupa aplikasi pasti sudah akrab dengan istilah proyekan. Saat dimana kita menjadi freelancer untuk mengerjakan sebuah pekerjaan pengembangan produk teknologi seperti software dari yang sederhana seperti buat website berbasis wordpress hingga aplikasi rumit di smartphone atau web based. Hal ini yang kemudian menjadi bekal bagi dirinya menjadi entrepreneur muda dalam merintis bisnis di bidang service/jasa pengembangan produk teknologi. Bermula dari entitas kecil dengan tim kecil yang menerima pesanan pengerjaan pengembangan aplikasi dari waktu ke waktu dengan pendapatan yang bersumber dari biaya pengembangan produk teknologi yang mereka hasilkan.

Sebagian besar orang dengan keahlian teknikal, tidak hanya jasa pengembangan produk teknologi, tapi juga bidang desain grafis, desain arsitektur, desain interior, editor, hingga translator bahasa asing, bisa mendirikan usaha berbasis jasa yang kemudian berjalan dan membesar, ini yang sering kita sebut sebagai startup berbasis jasa / startup service. Dalam perjalanannya hingga kini, revenue terbesar Badr Interactive juga dihasilkan dari proyekan-proyekan ini, namun ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan ketika kita memilih untuk memulai usaha berbasis service ini, insyaAllah dalam tulisan kali ini saya akan sharing-sharing tentang hal ini.

Startup berbasis service memiliki keunggulan yang menarik, yaitu mereka bisa menghasilkan cash flow jangka pendek dengan cepat untuk membiayai kebutuhan operasional bisnisnya. Dari setiap biaya hasil deliverable jasa mereka, bisa langsung didapatkan dan dipergunakan untuk menjalankan dan mengembangkan perusahaan. Salah satu keunggulan lainnya startup berbasis service ini adalah ia bahkan dapat didirikan tanpa perlu modal finansial sama sekali, cukup bermodal tim dengan kemampuan teknis yang bagus dan jejaring yang dapat menjadi klien penerima jasa kita. Tidak perlu kantor, cukup gunakan kos-kosan pribadi atau co-working space di sekitar kita. Oleh karena tidak perlu modal finansial yang besar dan juga waktu untuk menghasilkan cash flow yang relatif singkat itu yang membuat startup model seperti ini memiliki entry barrier (hal-hal yang menghalangi mereka yang ingin menggeluti usaha di bidang itu) yang rendah, siapapun dengan expert tertentu dan punya jejaring calon klien bisa menciptakan sebuah startup berbasis service dalam skala kecil. Berdasarkan pengalaman 4 tahun ini, selama ada pekerjaan yang bisa didapatkan dan diselesakan, diracik dengan kemampuan memanajemen operasional, keuangan, sumber daya manusia, dan marketing, insyaAllah kebutuhan operasional sehari-hari bisa terpenuhi. Namun karena mudah untuk menginisiasi startup service tingkat persaingan yang ada di dalamnya juga sangat tinggi sehingga menyebabkan nafas sebuah startup service banyak yang tidak panjang. Terlebih startup service punya keterbatasan, skalabilitasnya tidak terlalu baik.

Skalabilitas adalah kemampuan sebuah startup untuk mendapatkan hasil yang (berkali lipat) lebih besar dengan cost dan usaha yang efisien (atau bahkan relatif sama). Skalabilitas adalah syarat mutlak sebuah usaha disebut startup, bahkan Steve Blank -seorang pelaku startup yang juga akademisi dan telah melahirkan banyak buku fenomenal di bidang startup seperti Four Steps to the Epiphany, the Lean Startup movement, dan The Startup Owners Manual- mengatakan bahwa tidak semua bisnis yang dibuat dapat disebut sebagai startup, karena startup harus memiliki karakteristik ini : punya model bisnis yang scalable dan repeatable. Hal yang menyebabkan startup berbasis service punya skalabilitas yang tidak terlalu baik adalah jika kita ingin meningkatkan pendapatan maka harus didukung oleh peningkatan jumlah pekerjaan jasa yang ditangani, jumlah expert (tenaga ahli) yang bekerja di startup tersebut, dan juga jumlah komponen operasional yang mendukung kerja mereka (kantor, biaya perjalanan, internet, logistik, dll) yang kesemuanya butuh biaya.

scalable startup
scalable startup memiliki potensi mengokohkan pondasi bisnisnya

Memang jika dibandingkan dengan startup berbasis produk, satartup di bidang service perlu diakui punya skalabilitas yang jauh lebih rendah. Contoh beberapa startup berbasis produk -seperti facebook, google, airbnb, alibaba, hingga di Indonesia seperti gojek, bukalapak, traveloka, atau tiket- mereka punya gen dan eksekusi skalabilitas yang baik. Hal itu yang membuat mereka bisa punya growth yang sangat besar dengan biaya produksinya tidak perlu berbanding lurus mengikuti growth mereka. Itulah mengapa tidak banyak investor di bidang teknologi tidak banyak tertarik pada startup di bidang service, karena mereka menginginkan sebuah startup yang punya potensi skalabilitas yang tinggi untuk bisa berkembang pesat di masa yang akan datang sehingga bisa dapat result dan exit dalam waktu singkat. Walaupun memang tidak semua startup butuh skalabilitas sangat baik dan juga butuh investor, banyak bisnis yang mungkin dari kaca mata skalabilitas tidak terlalu baik dan tanpa investor yang menggelontorkan dana sangat besar, ternyata dapat berhasil dan menjadi perusahaan konsultan atau penyedia jasa yang sangat besar.

 

Namun apakah startup di bidang service tidak pernah bisa punya skalabilitas yang baik?

Sesuatu yang sulit bukanlah sebuah kemutlakan untuk menjadi hal yang mustahil. Ada beberapa cara juga untuk membuat startup di bidang service punya skalabilitas yang baik, salah satu yang paling substansial adalah membuat service yang kita tawarkan menjadi sebuah paket-paket produk yang oleh siapapun di dalam perusahaan kita bisa menggunakannya dan menghasilkan hasil yang punya kualitas konsisten. Caranya bisa dengan membuat template atau framework yang baku dan bisa dipakai ketika kita mendeliver service yang kita tawarkan, baru jika dibutuhkan customization/penyesuaian ituΒ  bisa dilakukan selanjutnya. Hal ini minimal bisa menyelesaikan permasalahan linearnya waktu dan expert yang dibutuhkan untuk mendeliver pekerjaan menjadi lebih efisien, selain itu kita juga tidak selalu bergantung pada sumber daya manusia yang ada karena template atau framework tersebut adalah common knowledge dan sudah menjadi sistem di dalam startup bisnis kita. Itu adalah solusi di sisi operasional, di sisi marketing kita bisa melakukan proses branding yang lebih terfokus -namun pastikan kita adalah yang terbaik di dalam bidang itu- sehingga peluang kita untuk mendapatkan repeat order untuk pekerjaan yang sudah sering kita lakukan tersebut menjadi lebih besar, alih-alih menjadi perusahaan service palugada (apa lu mau gua ada).

Untuk kita semua yang bergelut di startup berbasis service dimanapun bidangnya, dari pembuatan aplikasi, desain grafis, desain interior, konsultan keuangan, konsultan marketing, dan sebagainya, mari kita kreatif dalam memberikan nilai tambah dan inovasi untuk membuat skalabilitas bisnis kita menjadi lebih baik. Untuk teman-teman sekalian yang punya ide untuk bisa meningkatkan skalabilitas sebuah perusahaan service, sangat senang sekali jika mau berbagi di kolom komentar dan kita bisa melakukan diskusi dalam hal ini. Karena bagaimanapun startup berbasis service ini tetap dibutuhkan oleh masyarakat yang punya keterbatasan pada expertise bidang tertentu, sehingga jangan karena tidak scalable kita meninggalkannya sama sekali. Terlebih startup model ini banyak menjadi tempat inkubasi penggodokan skill bagi para talenta muda untuk bisa melahirkan karya-karya kebaikan potensial yang menjadi startup Indonesia selanjutnya πŸ™‚

5 thoughts on “Startup Service, antara cash flow jangka pendek dan skalabilitas”

  1. Artikel yang sangat menarik!

    Saya berpikir untuk mendirikan startup service dan mengerjakan proyek dari klien-klien. Dari profit tersebut akan kami sisihkan untuk diputar kembali untuk mendanai proyek “real” startup yang akan kami bangun.

    Mungkin hal ini juga yang diterapkan oleh Badr Interactive ya, Mas? πŸ™‚

    Sukses selalu untuk Mas Andreas dan tim!

    Reply
    • Bisa juga mas seperti itu, cuma mungkin perlu diperhatikan supaya fokus tidak terbelah antara produk dan service, kalau di Badr kami memisahkan timnya, ada tim yang memang dedicated ngerjakan sebuah produk tertentu, tentu kita invest di sana, ada share kepemilikan, supaya bisa berjalan cepat dan segera growth πŸ™‚

      Reply
  2. 1. Setuju dengan pendapat Bang Jay kalau perusahaan service tetap perlu ada.

    Argumen tambahannya adalah : “oursource-kan segala hal yang bukan core competence-mu”. Dengan banyak pebisnis yang setuju dengan prinsip itu, hampir pasti dibutuhkan sebuah ‘rumah software’ alias ‘software house’.

    2. Saya tidak setuju dengan istilah ‘startup service’. Saya penganut definisi startup-nya Paul Graham Y Combinator.

    Startup adalah fase awal perusahaan yang rate scaling-nya eksponensial : http://paulgraham.com/growth.html

    Lebih masuk akal definisi itu. Karena bahkan terlepas dari teknologi atau non-teknologi. Juga dengan definisi itu, kebingungan ‘startup service’ juga berkurang.

    Ungkapan yang paling terkenal di Silicon Valley adalah : “don’t do think that don’t scale”.

    Reply
    • Hehe sepakat Rizky, istilah startup service memang rancu klo mengacu pada definisi startup dari beberapa pakar, walaupun ada beberapa pakar juga yang ga masalah, dan service itu bukan berarti ga mungkin scalable, jadi bukan tidak mngkin juga ada terminologi startup service biarpun tigkat skalabilitasnya tidak sebesar produk. Btw saya pakai istilah startup service biar jadi ada gambaran aja, bahwa startup tidak melulu tentang semua perusahaan baru, tapi juga ada faktor apa yang mereka kerjakan (produk atw jasa) dan seperti apa bisnis model mereka πŸ˜€

      Reply
      • Terima kasih balasannya. Iya, di lapangan masih terjadi difusi semantik. Wajar, untuk sebuah konsep baru. πŸ™‚

        Sukses ya untuk belajar iGrow-nya di SV. Bangga akuh! πŸ˜€

        Reply

Leave a Reply