Ide yang Bekerja

Hari pertama Launchpad, Yeah! Agenda hari pertama ini banyak didominasi oleh kegiatan seru dan cukup mendasar dalam kehidupan seorang founder. Ada 3 sesi yang cukup berkesan bagi saya di hari pertama: sesi perkenalan semua startup yang jadi peserta, sesi intention setting, dan juga sesi workshop design thinking.

Di sesi perkenalan, satu persatu startup maju dan presentasi selama 2 menit tentang startup mereka, secara ada 31 startup, tentunya butuh sejam lebih bersih untuk menghabiskannya. Tapi ternyata ini tidak menjadikan sesi ini membosankan karena semua peserta relatif memiliki produk yang menarik.

peserta launchpad dari masa ke masa
peserta launchpad dari masa ke masa

 

Sebagai informasi, untuk bisa lolos ke launchpad salah satu syarat yang harus sudah dilalui adalah startup tersebut sudah mencapai product market fit, berarti masalah validasi dan penerimaan pasar sudah bukan lagi menjadi momok bagi mereka.

Beberapa komponen yang bisa merepresentasikan product market fit yang dipakai seperti sudah punya revenue signifikan dan bertumbuh cepat; sudah punya user base yang besar, idealnya di atas 1 juta user; dapat funding, idealnya di atas USD 500ribu, dan hal-hal lainnya.

Jadi tentunya peserta di sini sudah sampai pada level lebih lanjut dari sebuah startup di fase awal, dan bisa saya bilang level pesertanya di atas dari level peserta program 500Startup Accelerator yang memang masih terbuka untuk startup yang berada pada fase awal perjalanan.

Dalam sesi perkenalan satu per satu startup, dari sekian banyak yang bagus, termasuk dari Indonesia, perhatian saya tertuju ke 3 startup yang sangat menarik dan sangat mungkin untuk bisa bekerja di Indonesia, mereka adalah Elsa dari Vietnam, HashLearn dari India, dan Flyrobe dari India.

 

Elsa, Bekerja dari beragam penjuru dunia dalam memperbaiki aksen bahasa Inggris kita

Elsa adalah aplikasi yang membantu para non-native english untuk belajar memperbaiki aksen bahasa Inggrisnya. Mereka menyadari kalau banyak orang sudah jago di reading, listening, dan writing, tapi juga masih banyak yang menghadapi masalah di aspek speaking, terutama masalah aksen yang membuat perkataan mereka sulit dimengerti. Ini juga menjadi masalah saya saat ini hehe.

Dan ketika saya mencoba aplikasinya, ternyata memang cara mereka memperbaiki aksen kita sangat menarik dan menyenangkan. Perpaduan kurikulum yang banyak, Artificial Intelligence pintar untuk mengoreksi aksen kita, dan juga gamification yang menarik menjadi impresi menarik yang saya dapatkan ketika mencoba aplikasi mereka.

Tidak bisa dipungkiri aplikasi ini punya teknologi yang tidak main-main karena mereka bisa mendeteksi kesalahan aksen menggunakan teknologi AI, tapi yang membuat saya lebih kagum adalah tim nya terdiri dari hanya 5 orang yang tersebar di penjuru dunia. CEO nya di Vietnam, tech guy di Porto, business guy nya di US, engineer android nya dari India.

Mereka bisa bekerja bersama orang dengan budaya dan tempat berbeda dengan sangat baik sehingga bisa menciptakan inovasi ini, hebat bukan. Saya kira iGrow adalah startup dengan anggota tim tersedikit di sini, mengingat ada startup seperti RUMA dari Indonesia yang sudah punya 800 lebih karyawan, Haravan dari Vietnam dengan hampir 300 karyawannya, ternyata masih ada yang lebih sedikit dari iGrow.

 

Hash Learn, Online direct tutoring

Pertama saya mendengar pitch nya seperti aplikasi online tutoring biasa, ternyata ketika mencobanya saya bisa mengamini bahwa mereka melakukan hal yang luar biasa. Hash Learn mempertemukan antara siswa yang butuh konsultasi dengan expert mengenai pelajarannya secara langsung via app mereka. Tinggal pilih mata pelajaran dan topik, maka kita akan dihubungkan langsung dengan tutor yang sesuai dan kita bisa konsultasi langsung via chat dengan tutor tersebut.

Saya mencobanya saat jam 4 pagi waktu India dan ternyata bisa mendapatkan tutor Fisika dalam waktu kurang dari 90 detik untuk diskusi dan bertanya. Tampaknya model ini bisa juga diimplementasikan di Indonesia. Walaupun memang secara jumlah expert di India jauh lebih banyak, diperkiraan ada 10 juta lulusan universitas di India mencapai 6,8 juta orang setiap tahunnya, tak ayal bisa banyak expert dalam pelajaran sekolah yang bisa bergabung dalam platform ini.

pitching hashlearn
pitching hashlearn

 

Flyrobe, Jika bisa sewa mengapa harus beli

Startup berikutnya yang menarik perhatian saya adalah sebuah platform penyewaan pakaian kualitas tinggi dari India bernama Flyrobe. Jika kita pernah mengalami kondisi ingin pergi ke sebuah event penting namun hanya sesekali intensitasnya seperti pernikahan, acara formal kantor, perayaan, atau sejenisnya, sering kita mengalami kesulitan menemukan pakaian formal/spesial yang bisa digunakan. Ditambah karena hanya dipakai sesekali saja tentunya agak sayang kalau harus beli baru.

Sebuah ide yang keren kan? dan salah satu kunci mereka bisa bekerja adalah kemampuan mereka untuk mendapat banyak endorsement public figure di India dan juga besarnya market yang mereka layani di India. Saya membayangkan ide ini bisa terealisasi di Indonesia tentunya akan menghemat pengeluaran pembelian pakaian yang intensitas pemakaiannya sangat sedikit seperti gaun/jas pernikahan, pakaian formal bisnis, dll.

Dari ketiga contoh di atas, salah satu insight yang saya dapatkan kenapa mereka bisa begitu menarik, adalah mereka bisa menjadikan ide yang menarik untuk bisa bekerja. Kadang ide yang baru, berbeda, dan menarik karam di tengah jalan bukan karena ide itu sendiri, tapi bagaimana cara merealisasikan ide tersebut. Dan seberat apapun tantangannya bisa teratasi dengan strategi dan eksekusi yang tepat. Seperti Elsa yang bisa bekerja biarpun tim mereka tersebar di berbagai negara, atau hashlearn yang menghasilkan impresi karena kemampuan mereka membuat para tutor punya realibilitas tinggi.

Cara untuk membuat sebuah ide menarik bekerja-pun bukan tentang produk nya saja, karena justru 65% startup yang telah dapat funding gagal dan akhirnya karam justru karena orang-orang di dalam startupnya. Dalam program Google Launchpad ini kami mendapatkan banyak insight di sisi produk dengan design thinking, design sprint, workshop UX dari Google dll, lalu kami juga mendapat inspirasi di sisi tim dengan teknik manajemen tim seperti OKR-nya Google. InsyaAllah ingin sharing juga tentang ini nanti.

Demikian tentang sesi perkenalan para startup peserta program Google Launchpad ini, untuk sesi intention setting dan design thinking di hari pertama semoga saya sempat sharing di tulisan selanjutnya ya 😀

Sekilas tentang yang dilakukan saat intention setting, kami melakukan meditasi, not sure saya sedang meditasi atau sedang terlelap karena efek jetlag wakaka

meditation
startup meditation

Leave a Reply